Hati-hati! Jangan Sepelekan Ngorok Saat Tidur, Bisa Jadi Tanda Penyakit Ini

Hati-hati! Jangan Sepelekan Ngorok Saat Tidur, Bisa Jadi Tanda Penyakit Ini

SERINGKALI banyak mitos yang beredar di masyarakat mengatakan bahwa mendengkur adalah tanda tidur yang nyenyak atau karena kondisi tubuh sedang lelah. Tetapi taukah kita, kualitas tidur yang kurang baik sebenarnya dapat disebabkan karena mendengkur atau sleep apnea. Mendengkur dapat terjadi karena dua hal, yaitu adanya kelainan di otak dan adanya gangguan saluran napas atas atau penyempitan hidung-tenggorok. Perlu kita ketahui mendengkur yang benar adalah bunyi nafas teratur. Mendengkur itu tertutupnya sebagian jalan napas. Sedangkan sleep apnea tertutupnya total jalan napas selama sepuluh detik yang kemudian diikuti dengan penurunan kadar oksigen. Meskipun mendengkur saat tidur belum tentu menandakan gangguan obstructive sleep apnea (OSA), namun kita patut waspada jika dengkuran tersebut terdengar keras serta diikuti henti napas sejenak. Selain dengkuran keras dan henti napas sejenak, gejala OSA juga ditandai dengan batuk-batuk serta tersedak saat tidur. Terkait mendengkur menurut dr. Niken Ageng Rizki, selaku spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) mengatakan, bahwa lingkar leher dari diameter jalan napas berpengaruh pada munculnya dengkuran. Lingkar leher ini antara lain dipengaruhi obesitas yang dialami seseorang. Kelebihan berat badan menyebabkan lebih banyak jaringan berkembang di tenggorokan yang dapat menyebabkan mendengkur. Dengkuran atau gangguan bernapas saat tidur terjadi karena ada sumbatan di jalan napas. Suara parau yang muncul akibat getaran udara di langit-langit mulut atau tenggorokan. Penyebabnya henti napas atau apnea sehingga tubuh tidak menerima oksigen saat tidur akibat ada penutupan jalan napas, sehingga menyebabkan getaran pada jalan napas. Sumbatan di hidung, belakang hidung, tenggorokan karena amandel, langit-langit, iritasi asam lambung, pembengkakkan pita suara dan dasar lidah berkontribusi pada kondisi mendengkur. Lebih lanjut, dokter Niken menjelaskan mendengkur termasuk gangguan tidur dengan angka kejadian meningkat di usia tua, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Selain dengkuran yang kerap tak disadari penderitanya, mereka yang mendengkur umumnya saat malam juga kerap tersedak, batuk-batuk, tidur tidak nyenyak, sering buang air kecil (BAK). Kemudian, karena tidur malamnya tidak berkualitas, maka saat bangun di pagi hari dia mengalami sakit kepala, mengantuk, sulit berkonsentrasi dan kelelahan. Dengkuran yang muncul awalnya bisa sesekali, namun karena sumbatan semakin parah misalnya akibat sumbatan hidung, alergi, peradangan pada rongga hidung misalnya tonsilnya membesar, langit-langitnya turun sehingga menjadi dengkuran yang menetap. Bila begini, maka kondisi sudah masuk kategori ada penyempitan jalan napas yang berujung sleep apnea dengan kategori ringan, sedang dan berat. Untuk evaluasi masalah mendengkur dilakukan pertama kali dengan mencari tahu letak sumbatan apakah di hidung, tenggorok atau gangguan di asam lambung. Bila penyebabnya sumbatan hidung, maka pengobatannya bisa dengan cuci hidung atau semprot hidung anti-radang. Menurut Niken, paling sering awalnya sumbatan hidung dulu sehingga pasien bernapas melalui mulut. Untuk tenggorokan, dokter harus memastikan ada tidaknya amandel yang membengkak, kemudian karena kebiasaan bernapas dari mulut langit-langitnya turun, kemungkinan juga harus dikoreksi. Terkait obesitas, menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi bahkan menghilangkan dengkuran. Jadi, bila melihat gejala berhenti napas pada orang tua atau keluarga yang terjadi ketika tidur, atau melihat orang mudah sekali mengantuk di siang hari, sebaiknya lakukan pemeriksaan dan self-assessment sehingga akan membawa pasien tersebut untuk berobat dan akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari kasus OSA. (mg/fjr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: